Laman

Rabu, 14 Desember 2016

Halo

Hai.

Emm, rasanya lama sekali. Aku nggak menghapus postingannya, hanya mengubah yang published menjadi draft. Rasanya baru kemarin aku mendengar seseorang bicara, "Teruslah menulis, nggak akan ada yang sia-sia dari tulisanmu." atau "Banyaklah membaca buku-buku yang kamu inginkan sekarang, nanti kuliah, kamu nggak akan sempat membaca selain yang harus kamu baca." atau "Saya sudah khatam membaca blogmu," dan lain-lain.

Cerita tentang Dyana dan usaha kami mencari buku referensi. Cerita tentang kegelisahan biasa saja yang aku temukan sehari-hari. Semua hal yang baru-baru ini aku anggap "tidak dewasa". Padahal, aku sendiri belum bisa memaknai kedewasaan.

Aku baru belajar tentang transendensi dalam Ilmu Sosial Profetik yang digagas Pak Kuntowijoyo. Sekaligus juga relevansinya dengan psikologi yang sedang berkembang sekarang di madzhab keempatnya, Perspektif Transpersonal. Meski boleh dikatakan, Transpersonal masih malu-malu menyebut Tuhan dan tampak ragu. Dari sana juga aku mencicipi Fisika Kuantum dan hubungan dekatnya dengan salah satu filusuf di buku milik Sophie Amundsen; semua hal di dunia ini semu. Benda-benda padat yang kita rasakan ini semu. Kita adalah "just the speck of dust within the galaxy" seperti kata Adam Levine. Lalu aku berpikir, "Lalu untuk apa?"

Apa yang mau kutulis tentang diriku sendiri ketika aku begitu takut membayangkan realitasku--dengan sebenar-benarnya? Kata-kata positif yang mewakili pikiran-pikiran positif? Sikap naif?

Aku mencari diriku sendiri.

Aku selalu menganggap bahwa nggak seorangpun singgah di sini, Tapi pasti akan ada orang-orang yang terdampar. Sepandainya paus berenang, kadang terdampar juga. Jika tidak mati di sana, kadang juga mati dimakan warga sekitar. Begitulah. Jika ada yang terdampar, entah akan membeku karena tak menemukan yang dicari, atau membeku tersedot dalam dunia antah-berantah ini.

Waktu dan ruang bukan lagi jarak. Tubuh adalah fana, tetapi kesadaran abadi, berpindah ke dimensi lain dunia, memasuki lorong panjang yang menuntunnya kepada kehidupan yang lain lagi.

Well, sebenarnya aku nggak berhenti.

Aku pindah lapak. Mencoba lebih serius, meski akhirnya kembali. Aku hanya ingin kembali sekali waktu. Jika ruang dan waktu bukanlah jarak, mungkin aku akan lebih sering hidup sebagai aku yang dulu daripada sekarang. Entah. Jelasnya, aku pindah ke blog baru. Mencoba sesuatu yang juga baru.

Salam dariku yang sangat rindu.
Selamat malam untukku.